Autopsi Manusia Es

Mengawabekukan Manusia Es  
Biasanya, tugasnya menjaga mumi beku Neolitikum terkenal itu agar tetap tepat dalam kondisi yang mengawetkannya selama 5.300 tahun. Pada hari ini Samadelli justru menaikkan suhu di dalam ruang laboratorium kecil museum itu sampai 18°C.
Bersama Samadelli ada pakar patologi se­tempat, namanya Eduard Egarter Vigl, yang se­cara bergurau disebut orang “dokter keluarga” Manusia Es. Sementara Egarter Vigl memeriksa jasad itu dengan terampil dan kadang-kadang kasar, segelintir ilmuwan dan dokter lain ber­kumpul di ruang sempit itu, bersiap-siap melakukan hal yang tak terbayangkan: meng­awabekukan Manusia Es. Keesokan harinya, dengan kesibukan yang sama seperti operasi genting pada manusia hidup, mereka akan melakukan autopsi lengkap pertama pada tubuh yang telah diawabekukan, berharap dapat memberikan pemahaman baru tentang misteri identitas Manusia Es ini serta peristiwa kejam yang merenggut nyawanya.

Egarter Vigl dan Samadelli dengan hati-hati memindahkan jasad itu ke kotak khusus yang dilapisi lembaran aluminium steril. Dalam keadaan beku, kulit Manusia Es memiliki kilau karamel tua yang mengesankan, mengingatkan kepada sosok abad pertengahan dalam lukisan tempera. Tak lama kemudian, tetes air, seperti keringat cemas, mulai bermunculan di sekujur tubuhnya. Satu tetes mengalir lambat ke dagu­nya seperti air mata.

Ini bukan pertama kalinya Manusia Es itu mengalami pemeriksaan ilmiah intensif. Setelah pihak berwenang Austria menggali mumi itu pada tahun 1991, para ilmuwan di Innsbruck membuat sayatan besar di bagian bawah badannya sebagai bagian penelitian awal mereka, di samping sayatan lain di punggung, di bagian atas tengkorak, dan di kakinya. Kemudian ditetapkan bahwa relung batu kelabu yang dangkal tempat ia ditemukan termasuk wilayah Italia yang berbatasan dengan Austria, sehingga tubuh dan artefak di sekitarnya di­pindahkan ke Bolzano. Selama bertahun-tahun, berbagai pemeriksaan yang kurang invasif terhadap jasad itu dilakukan di sana, termasuk penelitian citra Sinar-X dan pindai CT serta analisis DNA mitokondria mumi tersebut.

Penemuan paling menakjubkan terjadi pada 2001, ketika dokter radiolog lokal yang bernama Paulus Gostner melihat detail yang ter­abaikan dalam citra-citra itu: mata panah yang terhunjam di bahu kiri Manusia Es, me­nunjukkan bahwa dia dipanah dari belakang. Penelitian Gostner dan rekan-rekannya selanjut­nya dengan perangkat pencitraan CT yang lebih kuat mengungkapkan bahwa panah itu me­nembus arteri utama di dalam rongga dada, menyebabkan perdarahan yang pasti segera berakibat fatal. “Mumi-kebetulan” tertua yang pernah ditemukan manusia ternyata korban pembunuhan yang brutal dan efisien.

Ilmuwan lain menambahkan detail riwayat hidupnya. Analisis jejak kimia dalam tulang dan giginya menunjukkan bahwa Ötzi, demikian nama panggilannya, dibesarkan di timur laut Bolzano dan menghabiskan masa dewasanya di Lembah Venosta. Serbuk sari yang ditemukan pada tubuhnya menunjukkan hidupnya ber­akhir pada musim semi, dan perjalanan ter­akhirnya mungkin mendaki jalur dari Lembah Senales menuju celah pegunungan sebelah barat Gletser Similaun. Pemeriksaan saksama tangannya mengungkapkan cedera yang sembuh sebagian, mungkin luka akibat membela diri dari serangan sebelumnya. Analisis DNA sisa makanan yang ditemukan di ususnya—lam­bung­nya sepertinya kosong—menunjukkan bahwa beberapa waktu sebelum tewas, ia makan daging merah dan sejenis gandum. Para ilmuwan berteori bahwa ada musuh yang berseteru dengan Manusia Es di lembah di selatan celah gunung, mengejarnya, dan me­nyusulnya di gunung itu, tempat jasadnya ditemukan.

Ini cerita bagus yang sesuai dengan bukti—sampai Gostner memeriksa saluran pencernaan Manusia Es dengan lebih saksama. Meskipun telah pensiun, pakar radiologi itu terus mem­pelajari hasil pindai CT di rumah sebagai hobi, dan pada 2009 dia menjadi yakin bahwa para ilmuwan keliru mengira usus besar Manusia Es yang kosong sebagai lambungnya, yang ter­­dorong naik ke dalam rongga dadanya dan tampak dalam keadaan penuh bagi Gostner. Jika dia benar, itu berarti sang Manusia Es makan banyak, dan mungkin dengan santai, beberapa menit sebelum kematiannya—bukan hal yang biasa dilakukan orang yang diburu oleh musuh.

“Gostner datang dan memberitahu kami bah­wa menurutnya lambung Manusia Es penuh,” kata Albert Zink, direktur L’ Istituto per le Mummie e l’Iceman dell’EURAC di Bolzano, yang memimpin autopsi November lalu. “Dan kami pikir, baiklah, kami harus me­lakukan pembedahan dan mengambil sampel isi lambungnya.” Zink dan rekan-rekannya me­nyusun rencana yang lebih ambisius: pe­meriksaan lengkap yang melibatkan tujuh tim yang beranggotakan ahli bedah, patologi, mikrobiologi, dan teknisi. Para ilmuwan akan memasuki tubuhnya melalui “jendela Austria”—sebutan mereka untuk sayatan ter­lampau antusias yang dibuat oleh para peneliti awal. “Cukup dilaksanakan sekali,” kata Zink, “dan kemudian tidak perlu lagi selama bertahun-tahun.”
 

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar

CLOCK

YM

Info Bisnis