Pamekasan (beritajatim.com) – Sabtu siang, (19/6/2010), terik matahari
menyengat di Kampung Lebak Barat, Desa Tlonto Raja, Kecamatan Pasean,
Pamekasan. Panas dan gersang biasa terjadi di kampung itu setiap kali
masa puncak kemarau datang.
Puluhan warga kampung itu berkumpul di sekitar rumah Nyi Siti Rahmah
(85) yang reot. Dinding rumah itu terbuat dari anyaman bambu dan seng,
lantainya tanah, tampak kumuh, tak terawat, dan tidak layak huni.
Ya, rumah gedek mulai reot berukuran 2x2 meter itu, dihuni oleh nenek
tua yang setiap harinya menangis tanpa harus berdenting keras. Jika rasa
lapar sudah datang, Siti Rahmah hanya mengeluarkan air mata. Air mata
itu tak berharga menurutnya.
Ia sudah bosan, dengan kondisi karena tidak ada satupun orang yang
datang untuk peduli pada kehidupannya. Puluhan tahun, nenek yang tidak
punya anak dan keluarga ini hanya menghabiskan waktu bersama dingin
malam dan tumpukan sampah yang berceceran di lantai rumahnya.
Tak salah jika wajah Siti Rahmah terlihat suram. Bicaranya pelan saat
menerima tamu yang tiba-tiba berkunjung. Dia kebanyakan menunduk
menatapi tanah liat keras menghitam yang menjadi lantai rumahnya.
Beberapa kali dia menggosok-gosok plastic yang dia duduki. Sesekali,
Siti memerbaiki sarung yang dipakainya dan dengan kaku menatap tamunya
"Jika lapar, saya hanya menangis, Jika ada orang yang memberi uang, saya belikan nasi. Hanya nasi. Hanya Nasi. Hanya Nasi," kata Siti Rahmah, sembari mengeluarkan air mata.
Banyak orang yang bilang Jakarta itu kota metropolitan yang kejam.
Sampai sekarang pun pemikiran seperti itu tetap sama, ketika pagi-pagi
dikejar waktu, puluhan bahkan ratusan orang harus kejar-kejaran dengan
bus kota, hingga mengikhlaskan kaki berdiri untuk sampai pada tujuan.
Dibalik itu semua, mereka hanya tinggal di rumah kumuh dengan tumpukan
sampah di sekitarnya. Kondisi itu juga terjadi di Pamekasan. Tidak
sedikit, mulai dari anak-anak kecil hingga nenek tua hidup dengan rumah
reot dan kumuh.
Kalau mau jujur melihat akar permasalahan, kehidupan Siti Rahmah tak
lepas dari kemiskinan yang masih membelenggu sebagian besar rakyat.
Bayaknya rakyat yang antri pada setiap pembagian zakat atau sembako yang
dilakukan segelintir orang kaya, menandakan bahwa masih banyak kaum
miskin ada di sekitar kita. Kalau tingkat kesejahteraan hidup mereka
sudah baik, tidak mungkin mereka "mbelani" untuk mendapatkan uang yang
hanya Rp 20 ribu. Ini merupakan potret nyata kemiskinan masih banyak
ditemui di negeri ini.
Yanto, warga setempat mengaku kehidupan Siti Rahmah di perkampungan
warga sangat memprihatinkan. Dia berharap, Siti Rahmah bisa diterima,
meski tanah yang ditempatinya saat ini bukan miliknya sendiri. "Tidak
sedikit, orang yang lewat memberikan uangnya. Tidak sedikit, orang yang
melihat Siti Rahmah menangis. Nenek tua yang sudah tidak bisa berbuat
apa-apa. Bahkan sering menangis jika lapar menerpa," pungkasnya.
Nyi Siti Rahmah. Seorang nenek yang hidup sebatangkara
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar