DI tengah krisis ekonomi Amerika Serikat (AS), Presiden Barack Obama
akan mengunjungi Bali untuk menghadiri KTT ASEAN ke-19 yang berlangsung
pada 17-19 November 2011. Obama akan menghadiri dua agenda pertemuan
penting, yaitu: menghadiri Pertemuan ASEAN-AS tanggal 18 November dan
menghadiri pertemuan ASEAN-Asia Timur tanggal 19 November.
Dalam
konteks Politik Luar Negeri AS Kawasan Asia Tenggara (ASEAN) bukan
merupakan prioritas utama sebagaimana Kawasan Eropa, Timur Tengah, dan
Asia Timur.
Namun, seiring dengan perkembang ekonomi politik
internasional dengan melihat pertumbuhan ekonomi ASEAN yang cukup stabil
dan keberhasilan China dalam melakukan petetrasi secara ekonomi dan
politik di ASEAN, maka AS merasa kuatir karena secara geopolitik China
diprediksi akan dapat menjadi negara yang paling berpengaruh setelah AS
dalam 20 tahun ke depan.
Oleh karena itu, Strategi Politik Luar
Negeri AS di ASEAN lebih ditingkatkan dan diarahkan guna menghadapi
semakin besarnya pengaruh kekuatan China yang sudah merambah diberbagai
bidang. Sehingga, kedatangan Obama merupakan representasi AS sebagai
negara mitra ASEAN yang memiliki agenda khusus terhadap ASEAN dalam
melakukan politik pembendungan terhadap China melalui Smart Diplomacy
AS. Dengan demikian, ASEAN memiliki peluang dan tantangan untuk tidak
terseret dalam global political game AS dan China dengan tetap berpegang
teguh pada independensi, sebagaimana yang tertuang dalam Piagam ASEAN.
Dalam tulisan pertama ini saya mencoba menyimak apa yang menjadi target
dari Pemerintahan Administrasi Obama dalam Pertemuan ASEAN-AS, tanggal
18 November di Bali.
GEOSTRATEGIS ASEAN
Asia Tenggara letaknya
sangat strategis, tepat di persimpangan antara konsentrasi industri,
teknologi dan kekuatan militer di Asia Timur Laut ke Utara,
sub-kontinental dan sumber-sumber minyak di Timur Tengah ke Timur, dan
Australia ke Selatan. Secara geopstrategis ASEAN merupakan bagian
perdagangan dengan volume tinggi dari negara Jepang, Korea, Taiwan, dan
Australia sebagi transit Sea-lanes of Communications (SLOCs).
Oleh
karena itu, AS memiliki sejumlah kepentingan untuk akses bebas dan
terbuka di jalur di Asia Tenggara, baik untuk kepentingan ekonomi
(prosperity) maupun militier (national security). Secara garis besar
kepentingan AS di ASEAN untuk membuka garis laut, karena sebagian besar
perdagangan dunia melewati Selat Malaka, dimana jalur laut yang
melintasi Kawasan Asia Tenggara mempunyai fungsi vital bagi perekonomian
Jepang dan Republik Korea, China dan AS. Disamping itu, dalam
prespektif militer sebagai pos pergerak kehadiran militer AS di Pasifik
Barat ke Samudera Hindia dan Teluk Persia. Dengan demikian, secara
geopolitik ASEAN sangat krusial untuk kepentingan nasional AS dalam
menghadapi diplomasi ekonomi politik China.
Secara geoekonomi
ASEAN merupakan pasar potensial untuk pemasaran produk-produk indutri
AS, termasuk industri jasa. Sebagai sebuah kawasan dengan penduduk
sekitar 600 juta dan Gross National Product (GNP) mencapai hingga 800
miliar dolar dengan kekayaan sumber daya alamnya yang melimpah sangat
menguntungkan negara industri seperti AS untuk masuk pasar ASEAN.
Faktanya,
perusahaan-perusahaan AS termasuk di urutan kedua terbesar setelah
Jepang yang berinvestasi di ASEAN. Dimana, sebagian besar kekayaan AS
bergantung pada perusahaan-perusahaan multinasional termasuk yang berada
di ASEAN. Perusahaan-perusahaan AS yang berinvestasi di ASEAN meliputi
industri manufaktur, misalanya: Ford, General Motors, Honeywell, dan
Intel.
Departement strores, mislanya: K-mart, JC Penney, dan
Federal Dept.Strores. Industri energi, misalanya: Exxon Mobil, Unocal,
Freeport, Newmont Minning, dan Eron. Industri jasa, misalnya: UPS,
FedEx, American International Groups, Citigroup, dan grup hotel.
Supplier utama elektronik dan semikonduktor chip untuk
perusahaan-perusahaan telekomunikasi AS, seperti Motorola. Dengan
demikian, ASEAN merupakan pasar yang potensial sebagai sandaran
investasi AS guna menopang keterpurukan ekonominya.
GEOSTRATEGIS INDONESIA
Selama
menjabat sebagai Presiden AS, Obama akan datang ke Indonesia untuk
kedua kalinya. Kondisi ini menunjukan Administarsi Obama memiliki
tingkat kepercayaan yang tinggi terhadap Indonesia. Kedatangan Obama di
Indonesia pastilah mempunyai kepentingan sangat besar di ASEAN dengan
menjadikan Indonesia sebagai core state yang memiliki nilai strategis
bagi AS. Indonesia merupakan negara keempat terbesar di dunia dari segi
sumber daya manusia dan memiliki sumber daya alam yang melimpah, sebagai
titik tumpu AS di ASEAN.
Dalam kunjungannya di Bali, Hillary
Clinton mempersoalkan bagaimana meningkatkan perdagangan dan investasi
antara Indonesia dan AS karena perdagangan antara dua negara masih
tertinggal antara ASEAN. Dimana, perdagangan AS dengan Indonesia hanya
$20 miliar, sementara dengan Malaysia adalah $ 40 miliar.
Disamping
itu, sebagai negara penghasil minyak dan gas terbesar di ASEAN, AS
tetap menjaga hubungan yang baik dan stabil dengan Indonesia karena
Indonesia merupakan salah satu sumber pemenuhan kebutuhan bagi
perusahan-perusahan AS, sebut saja-ExxonMobil di Aceh, Kepulauan Natuna
dan Cepu, Unocal-Texaco di Kaltim, Chevron-Caltex di Riau, Conoco di
Papua dan lainnya; belum lagi pengerukan emas dari dua tambang terbesar
di Indonésia, milik PT Freeport dan Newmont.
Indonesia memiliki
penduduk Muslim terbesar, sehingga Indonesia menjadi pemain kunci dalam
keterikatan AS terhadap Dunia Islam. Ketika AS memiliki kepentingan
untuk meyakinkan dunia bahwa “war against terrorism” bukan sebuah
perlawanan terhadap Islam, maka dukungan Indonesia menjadi sangat
penting. Pendekatan baru AS terhadap Indonesia terlihat setelah
terpilihnya Presiden Barack Obama, yang kemudian dilanjutkan lewat
kunjungan Menlu AS Hillary Clinton ke Indonesia Pebruari 2009 dan Juli
2010. Oleh karena itu, AS sangat memperhitungkan Indonesia sebagai
mitra yang strategis dalam menopang ekonomi politik globalnya, khususnya
di ASEAN.
Namun, demikian Administrasi Obama merasa cemas dengan
semakin eratnya kerjasama China-Indonesia di era kepresidenan SBY.
Dalam kunjungan SBY ke Beijing, tanggal 27-31 Oktober 2006, telah
dilakukan kontrak kerjasama energi Jakarta-Beijing senilai empat miliar
dollar AS. Realitas ini membuktikan bahwa China selangkah lebih maju
dari AS. Bahkan SBY dan Presiden Cina Hu Jintao, sepakat menaikkan
volume perdagangan kedua negara sampai $ 20 miliar dalam rangka
mengefektifkan ACFTA yang berlaku Januri 2010. Disamping itu, kehadiran
beberapa perusahaan minyak China di Indonesia, mendapat perhatian khusus
dari AS.
Misalnya PetroChina, CNIIC, dan Sinopee yang
menimbulkan kekuatiran bagi perusahaan-perusahaan minyak multinasional
asal AS dan Inggris yang dikenal sebagai Seven Sister yang meliputi
Shell, British Petroleum, Gulf, Texaco, Exxon Mobil, dan Chevron. Ketika
perusahaan-perusahaan minyak China masuk ke lokasi sumber minyak dan
gas seperti Blok Sukowati di Jawa dan Blok Tangguh di Papua, membuat The
Seven Sisters mulai goncang. Dengan kata lain, telah terjadi rivalitas
antara China dan AS dalam penguasaan sumur minyak Indonesia.
Dengan
demikian, aspek geostrategis ASEAN menjadi sangat penting dalam
kalkulasi Politik Luar Negeri AS dengan menjadikan Indonesia sebagai
core state dalam memimpin negara-negara ASEAN guna melakukan politik
pembendungan terhadap China sebagai target ekonomi politik AS guna
melindungi perusahan-perusahannya yang beroperasi di ASEAN dan
penguasaan jalur laut secara terbuka di Selat Malaka yang harus dicapai
Obama dalam kunjungannya ke Bali, dengan menawarkan kemitraan strategis
melalui Smart Diplomacy.(*)
Selamat Datang Obama, Bali Akan Menjawabnya
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar